Secangkir teh hangat serta kudapan seperti bitterballen dan rijsttafel (risoles) itu bertemu dengan kerupuk warna-warni, gulali, dan cokelat Superman. Juga ada gerai nasi lemak hingga hokkien mee. Dan terdengar lagu keroncong.
Geef mij maar nasi goreng
Meet een gebakken ei
Wat sambal en wat kroepoek
En een goed glas bier erbij
Lagu Geef Mij Maar Nasi Goreng milik Anneke Gronloh, yang populer pada 1970-an, menggema di lantai tiga pusat belanja Kelapa Gading 5, Jakarta Utara. Lagu itu dimainkan oleh Harmony Chinese Music Group, menemani acara santap siang di area Eat&Eat Food Market pekan lalu.
Puluhan pengunjung pertama di sini adalah para orang lanjut usia yang ditemani anak dan cucu mereka. "Saya senang diajak ke tempat ini. Membuai saya pada kenangan lama. Menikmati secangkir teh dengan kudapan seperti bitterballen, ontbijjtkoek, dan rijsttafel," ujar Ong Darman, yang bisa menyantap lagi penganan khas kolonial itu.
Sekelompok bocah yang diajak orang tua mereka girang melihat pemandangan langka. Para makhluk cilik ini bermain dengan kaleng kerupuk kuno, tempat menanak nasi dari tanah liat dan kuningan, baskom dan teko kaleng belang-belang, kue dolar, gulali, serta penganan cokelat dan permen, seperti cokelat Superman dan permen jahe.
Iwan Tjandra dari Eat&Eat menjelaskan, area seluas 2.500 meter persegi ini memang menghadirkan konsep pasar tempo doeloe dengan pernik yang sangat unik. Berbeda dengan food court yang biasa di pusat belanja lain, sebanyak 34 gerai makanan menawarkan beragam menu dari berbagai daerah, ciri peranakan Cina, kolonial Belanda, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
"Semua gerai menampilkan nama masakan utama unggulannya sebagai nama gerai," papar Iwan sambil menyebut Nasi Lemak, Nasi Guling, Bakso Akiaw 99, Tongseng Kambing, Kopi Lay, Yong Tau Fu, Pepes Goreng, dan Hokkien Mee. Para penyuka minuman soda pasti bakal kecele. Pasalnya, di sini hanya tersedia minuman dingin serta kopi berikut camilan lawas, bermacam kerupuk kampung, dan jajanan pasar.
Saat masuk ke Eat&Eat Food Market, kita langsung disambut dekorasi lawas dari pohon kelapa dan sangkar burung. Serasa berada di rumah kakek zaman baheula yang hangat. Interiornya didominasi kayu berikut tempelan potongan pintu yang sudah dimakan usia. Beragam pernik jadul, seperti baskom seng, foto-foto usang, dan iklan kuno, tampak di berbagai sudut. "Suasana zaman dulu kami utamakan," papar Iwan. Soal harga, di sini cukup terjangkau. Minuman mulai Rp 5.000 dan makanan Rp 20 ribu ke atas.
Pakar kuliner Bondan Winarno, yang menjadi tamu saat acara pembukaan, sangat bersukacita. Komandan komunitas kuliner Jalan Sutra ini memuji area yang mengusung rasa menu masakan khas peranakan, kolonial, Indonesia, dan Asia itu. "Saya ingin mengajak banyak orang makan tidak sebatas perut kenyang. Datang ke sini akan membuat sensasi eat experience. Menyantap sambil berselancar dengan pernik yang tersedia," ucapnya. Dia bahkan mengusulkan sejumlah tukang semir amatir dihadirkan di sini.
Saya menjajal menu nasi manggut panggang khas Jawa Timur. Inilah nasi berbumbu dibungkus daun pisang yang dipanggang hingga menebarkan aroma sedap. Ia disajikan dengan ikan pari bakar, sayur lodeh, lalapan, tempe, dan tahu. Rasanya? Hmm, makyus tenan.
Untuk minuman, secangkir bandrek kopi dan wedang ronde seperti menyeret saya ke rumah nenek nun di ujung desa. Hawa dingin yang membalut tubuh langsung sirna saat menyeruput secangkir bandrek kopi hangat. Isinya paduan kopi hitam serta rebusan santan, jahe, kayu manis, dan kapulaga, yang mengguyur tenggorokan langsung membugarkan tubuh. Anda tertarik?
Sumber : www.tempointeraktif.com
Sabtu, 03 Januari 2009
Menikmati Rasa Tempo Doeloe
Diposting oleh kekuatan.perubahan di 1/03/2009 12:14:00 AM
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar