Kamis, 01 Januari 2009

Soeharto di Akhir Tahun Majalah Time


Pada edisi terakhirnya di penghujung tahun 2008, Time Magazine, selain memilih Barack Obama sebagai Person of the Year, juga mendedikasikan sebuah kolom untuk orang-orang berpengaruh yang meninggal pada tahun 2008.

Time menulisnya; “Penghargaan Time untuk orang-orang yang telah meninggalkan kita tahun ini dan meninggalkan warisan yang tidak terlupakan”. Saya cukup penasaran untuk melihat siapa saja yang dipilih oleh Time.



Ketika Soeharto ada di kolom tersebut, saya tidak terkejut. Eulogi yang ditulis Time untuk Soeharto pasti akan membuat rakyat jelata Indonesia tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya. “Dia [Soeharto] menggunakan prinsip ekonomi Barat [baca kapitalisme] untuk mengubah negaranya dari miskin menjadi sejahtera,” begitu tulis Time.

Bila gedung-gedung pencakar langit – yang menjulang tinggi dengan congkak di tengah-tengah penderitaan rakyak adalah indikasi kesejahteraan rakyat, maka terkutuklah dunia ini. Warisan itu justru berupa kemiskinan, utang negara yang tidak akan pernah bisa dibayar lunas tujuh turunan, dan yang paling brutal; tiga juta mayat dari pembantaian 1965-66 yang masih menghantui Indonesia.

Mengenai korupsi Soeharto yang tidak ada duanya, Time mengomentarinya dengan sangat hati-hati, “ … [Soeharto] dituduh sangatlah korup (sebuah tuduhan yang dia sangkal) …”. Jelas sekali kalau kolom itu ditulis dengan dampingan pengacara-pengacara supaya mereka tidak dituntut lagi oleh keluarga Soeharto.

Pada tahun 1999, Time dituntut sebesar US$106 juta oleh Soeharto karena menulis sebuah artikel yang memaparkan soal keluarga Soeharto yang menumpuk kekayaan sejumlah US$15 milyar atau senilai dengan Rp 15 trilyun. Sungguh hebat Soeharto ini, di tengah-tengah tuduhan korupsi masih bisa mendapatkan uang, sungguh seorang businessman yang unggul. Tapi, toh akhirnya dia lolos dari jerat hukum dan meninggal dengan tenang dikelilingi oleh keluarga dan teman-teman tercintanya.

Semenjak kenaikan Soeharto ke tampuk kekuasaan yang berbau darah, Time sudah menjadi pendukung yang setia. Saat darah tiga juta rakyat yang tertumpah belum kering, Time sudah merestui pemerintahan Soeharto. Pada 15 Juli 1966, Time menulis begini; “Sebuah rejim yang baru telah muncul, yang didukung oleh tentara tetapi sangatlah konstitusional dan mendapatkan dukungan massa yang besar. ‘Indonesia adalah sebuah negara yang berdasarkan hukum dan bukan hanya kekuasaan,’ kata pemimpin barunya, seorang jendral Jawa yang bernama Soeharto.” Padahal secara legal Soekarno masih merupakan presiden Indonesia (sampai tanggal 12 Maret 1967).

Namun Time sudah tahu bahwa secara de facto Soeharto lah pemimpin baru Indonesia, dan Soekarno—walaupun tetap bombastis sudah menjadi figur simbol yang tidak berdaya.

Tahun 2008 memang tahun yang penuh turbulensi. Meninggalnya Soeharto, terpilihnya Barack Obama sebagai presiden hitam pertama di Amerika, runtuhnya ekonomi global; semua ini hanyalah episode-episode dari garis sejarah yang sering tidak berjalan dengan lurus tapi dipenuhi dengan loncatan-loncatan.

Bila kita menilik balik halaman-halaman majalah Time dengan sangat teliti semenjak edisi pertamanya tahun 1923, kita bisa melihat sebuah sejarah yang penuh loncatan ini. Sayangnya, majalah Time (dan juga seluruh media mainstream) menggambarkan sejarah kita secara naif; bahkan mengubah fakta sesuai dengan kepentingan penguasa. Jadi, Time hanyalah salah satu corong suara dari kelas yang berkuasa. Ide yang berkuasa adalah ide sang penguasa, bukan?.


Sumber :
Ted Sprague, aktivis Indonesia di Montreal—Quebec, kontributor Mediabersama.com

0 komentar:


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com. Supported by Used Car Pictures. Powered by Blogger